“Keppres No. 17 tahun 2022 ini merupakan langkah tepat yang diambil oleh pemerintah untuk melaksanakan tanggung jawab negara untuk mengingat, memulihkan dan menjamin ketidakberulangan sebagaimana diatur dalam Prinsip-prinsip Pemajuan dan Perlindungan HAM melalui Aksi-Aksi Melawan Impunitas yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2005”, jelas Ifdhal Kasim.
Dengan tiga fungsi yang meliputi pengungkapan kebenaran, rekomendasi pemulihan korban dan upaya penjaminan ketidakberulangan serta berpegangan pada beberapa dokumen yang berisi prinsip-prinsip maupun panduan yang relevan yang dikeluarkan oleh PBB, Ifdhal Kasim yakin bahwa upaya penyelesaian melalui mekanisme non yudisial ini sudah sejalan dengan norma dan standar Internasional.
Untuk menjalankan mandat tersebut, Ifdhal Kasim menjelaskan bahwa Tim PPHAM sedang
melakukan serangkaian secara paralel berupa pengambilan pernyataan korban (statement
taking); dengar keterangan korban melalui kelompok diskusi terfokus (FGD), dan kajian atas dokumen-dokumen yang tersedia. Kegiatan pengambilan pernyataan korban dan FGD akan dilakukan di beberapa tempat di seluruh Indonesia di mana pelanggaran HAM yang ditangani terjadi.
Terkait kekhawatiran bahwa PPHAM ini akan menutup jalur penyelesaian melalui Pengadilan
HAM, Wakil Ketua Tim PPHAM Ifdhal Kasim memberi penegasan, bahwa tuntutan pidana terhadap orang yang bersalah tetap menjadi tanggung jawab Jaksa Agung. ”Sebagaimana diatur dalam UU Pengadilan HAM. Hasil kerja Tim PPHAM bukan merupakan substitusi dari Kejaksaan Agung,” ujarnya. ***