berita4.id, JATENG-Gempuran produk impor dari China memunculkan persoalan pelik bagi pengusaha sektor industri terkait di Jawa Tengah.
Terutama industri tekstil dan alas kaki yang merasakan persaingan usaha semakin tidak sehat, dinilai sebab maraknya praktik dumping.
“Kita memang mengalami problem besar dengan masuknya produk-produk dari China terutama tekstil dan alas kaki dengan harga yang murah. Kita menghadapi itu dan ini sangat mengacaukan pasar kita dalam negeri karena mereka bisa jual dengan harga murah dan orang kan cari barang murah. Ini dumping,” kata Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah Frans Kongi saat dihubungi Tribun Jateng, Senin (22/7/2024).
Frans melanjutkan, maraknya produk impor dari China tidak terkecuali memberikan efek bagi industri di Jawa Tengah.
Ia menilai, produk China dengan harga murah begitu melimpah dan tidak dipungkiri pun masuk ke Jawa Tengah.”China over produk karena kirim ke Barat juga tidak lancar, ke Amerika dan sebagainya ada masalah ekonomi, inflasi tinggi dan sebagainya. Ke Eropa pun demikian. Jadi kelihatan stok di China cukup banyak sehingga mau tidak mau lari ke bagian selatan karena Indonesia termasuk penduduk yang paling banyak. Jadi banyak lari ke sini untuk impor barang,” terangnya.
Maraknya produk impor masuk ini sebelumnya juga diakui Ketua Apindo Kota Semarang, Dedy Mulyadi. Menurut Dedy, impor barang dari China khususnya tekstil sudah dari dulu ada.
Bahkan ia pun tak menampik bahwa pengusaha terutama di industri tekstil masih bergantung pada bahan baku impor dari negara tersebut.
“Bahan baku kapas di sini (Indonesia) tidak ada, impor dari China yang punya kapas banyak karena di sana ditanami dipinggir sungai, di sini tidak bisa,” jelas Dedy.
Dedy melanjutkan, yang menjadi persoalan saat ini adalah ketidakseimbangan antara produk dari dalam negeri dan impor. Impor produk yang serba murah, dinilai mengganggu pasar dalam negeri.
“China memang cepat dan murah, efisien, itu yang jadi masalah. Jadi pengusaha itu kan kaum kerja, kalau pabrik rugi dan tidak bisa jalan akhirnya karyawan jadi korban atau dikurangi,” jelasnya.
baca: Muhammad Rudi Berhasil Buka Direct Call Batam-China
Di sisi itu Ia menilai, harus ada kompromi antara pemerintah Indonesia dan China agar produk-produk China tidak terlalu banyak diimpor ke Indonesia.
“Musti ada suatu terobosan baru dan regulasi pemerintah yang tepat, jangan sampai menghambat atau mempersulit,” terangnya.
Sementara itu, barang dari China tercatat merajai pasar impor non migas Jawa Tengah.
Data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah pada bulan Mei 2024, nilai impor Jawa Tengah tercatat mencapai US$ 1.307,49 juta atau naik US$ 249,00 juta (23,52 persen) dibanding impor April 2024.
BPS Jateng melaporkan, hal itu disebabkan oleh meningkatnya impor non migas pada Mei 2024 mencapai US$ 706,20 juta, naik sebesar US$ 218,84 juta atau 44,90 persen dibanding nilai impor pada April 2024. Sedangkan impor migas mengalami peningkatan sebesar US$ 30,16 juta (5,28 persen).