berita4.id, BATAM– Sedikitnya 1.500 anggota Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dari seluruh Indonesia akan mengadakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV Tahun 2024 di Batam. Rakernas tahun 2024 ini bertemakan Strategi Pemerintah dalam Mengatur Penyedia Perjalanan Wisata di Batam, Kamis (22/2/2024).
“Rakernas ini kegiatan rutin organisasi tahunan, ini untuk mengevaluasi dan melaporkan selama 1 tahun, lalu kita juga menyusun program 1 tahun ke depan. Ini lebih kepada evaluasi dan perencanaan,” ungkap Ketua PHRI Haryadi Sukamdani dalam keterangan tertulis, Rabu (21/2/2024).
Ia menyampaikan, pembahasan Rakernas PHRI kali ini akan membahas situasi usaha sektor hospitality serta bagaimana menghadapi tantangan terkini hotel dan restoran di Indonesia. Salah satu fokusnya adalah terkait meningkatnya jumlah online travel agent (OTA), namun belum terjadi pemulihan sektor akomodasi.
Berdasarkan data BPS sepanjang tahun 2023 lalu, okupansi hotel di Indonesia masih belum dapat meningkatkan keterisian kamar atau average room rate di banyak wilayah di Indonesia. Data PHRI menunjukkan angka okupansi ini masih di bawah okupansi pada tahun 2019 atau periode pre-covid.
“Pasa prinsipnya OTA itu dari satu sisi membantu, karena membuat lebih efisien. Tapi ada yang menjadi kendala, ada 2 hal, satu terkait dengan komisi yang relatif tinggi itu jadi beban, kedua adalah OTA asing yang tidak membayar pajak, artinya itu dibebankan ke kita (hotel),” ujarnya.
Untuk diketahui, peningkatan penetrasi pasar OTA diproyeksikan mencapai 45% di Indonesia dan akan menyentuh angka Rp 12 miliar total pasar pariwisata pada tahun 2025. Namun, gap antara peningatan valuasi OTA dengan pemasukan hotel di Tanah Air diperkirakan akan menghambat target tersebut.
baca:Â Promosikan Wisata Kepri di Si Bolang dan Ucok Durian Medan
Anomali ini muncul lantaran OTA milik perusahaan asing yang memberikan suntikan modal promosi besar sambil menekan harga hotel-hotel di Indonesia. OTA asing tersebut, yakni Agoda, Booking.com, Airbnb, Trip.com, Expedia, Globaltix dan Klook.
“Kita harus menalangi pajak dari OTA asing, itu jadi bom waktu yang harusnya mereka bayar pajak tapi akhirnya tidak bayar, itu karena mereka tidak memiliki badan usaha tetap di Indonesia,” terang dia.