“Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri atau pejabat yang ditunjuk, Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk dapat menghentikan Penyidikan tindak pidana di bidang cukai paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan,” tulis Pasal 2 Ayat (1) PP itu.
Namun penghentian penyidikan hanya dilakukan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 52, Pasal 54, Pasal 56, Pasal 58 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai Sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2O21 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Nantinya yang bersangkutan harus membayar sanksi administratif berupa denda empat kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Selain itu dalam proses penyidikan, penyidik dapat memberitahukan kepada tersangka bahwa yang bersangkutan dapat mengajukan penghentian penyidikan di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara.
Adapun menurut pasal 4, menteri atau pejabat yang ditunjuk juga melakukan penelitian permohonan untuk memastikan tindak pidana yang dilanggar dan besaran sanksi administrasi berupa denda yang harus dibayar.
“Tersangka membayar sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pasal 4 ayat 2 ke rekening pemerintah yang ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk,” katanya.
Dari penjelasan umum, dijelaskan mayoritas pelanggaran di bidang cukai merupakan tindak pidana yang diselesaikan melalui proses penyidikan. Namun dalam proses penyidikan, belum memberikan efek jera bagi pelaku dan penerimaan negara dari pidana denda sangat kecil karena terpidana memilih menjalani pidana kurungan sebagai pengganti pidana denda.
Sementara filosofi cukai merupakan instrumen fiskal dan salah satu tujuan hukum adalah kemanfaatan maka sanksi administrasi berupa denda dipandang akan lebih memberikan efek jera dan manfaat dibandingkan sanksi pidana. ***
sumber: cnbcindonesia.com