Ikon “Welcome to Batam” telah lama menjadi simbol selamat datang bagi pengunjung dan warga setempat. Menurut Tampubolon, kehilangan ikon ini bisa berdampak negatif pada estetika dan sosial kota. Selain itu, Tampubolon mencatat bahwa Kota Batam masih kekurangan ruang terbuka hijau yang dapat dinikmati oleh warga.
Rikson Tampubolon, yang merupakan alumni program Magister Perencanaan Wilayah dan Pembangunan Universitas Sumatera Utara ini menyatakan, “Sangat disayangkan jika salah satu ikon Batam, yaitu Welcome to Batam, akan hilang dan tertutup oleh sebuah bangunan. Saya mendukung tegas penolakan jika ini akan merugikan warisan budaya dan estetika kota kita,” ujarnya.
Pendekatan dalam pembangunan kota, katanya, harus mempertimbangkan elemen penting seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), estetika, dan perlindungan infrastruktur yang sudah ada.
Tampubolon juga meminta pemerintah untuk memastikan bahwa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan fatwa planologi diberikan setelah pertimbangan yang matang.
”Jangan sampai terjadi lagi hal-hal seperti ini, keliatannya sangat serampangan pendekatannya,” bebernya.
Tampubolon menekankan bahwa pembangunan harus mengintegrasikan kepentingan ekonomi dengan pelestarian budaya dan warisan kota.
“Pendekatan berkelanjutan dan beretika dalam pengembangan kota adalah cara yang lebih bijak dan bertanggung jawab untuk membangun dan mengembangkan kota, yang menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan pelestarian identitas kota,” tambahnya.
Pembangunan kota Batam sebagai destinasi ekonomi dan pariwisata yang berkembang pesat harus mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap identitas dan keberlanjutan lingkungan kota. ”Kita harus jaga ikon kota kita, #SaveWelcomeToBatam,” tutupnya. ***