“Itu kan udah dipetain, motor mobil jenis apa, itu masuk di dalam daftar di sistem IT Pertamina,” tandasnya.
Kementerian ESDM terus memantau potensi perpindahan atau migrasi dari penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi seperti Pertamax (RON 92) ke BBM bersubsidi Pertalite. Hal tersebut menyusul disparitas harga antara produk BBM Pertamax dengan Pertalite yang saat ini cukup lebar.
Adapun, harga jual BBM subsidi Pertalite saat ini masih ditahan di level Rp 10.000 per liter sejak kenaikan terakhir September 2022 lalu. Sementara, harga BBM non subsidi seperti Pertamax kini telah berada di level Rp 14.000 per liter.
“Kita sedang evaluasi dan kita sampaikan ke Pak Menteri nanti, intinya pasokan BBM harus dipenuhi, kita sudah hitung, udah perkirakan bagaimana harus dilakukan,” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji, di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, dikutip Selasa (17/10/2023).
Oleh sebab itu, Kementerian ESDM terus mendorong agar revisi Peraturan Presiden (Perpres) No. 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Revisi Perpres ini nantinya akan mengatur mengenai pembatasan BBM bersubsidi jenis Pertalite.
Hal ini guna mengantisipasi kekhawatiran mengenai jebolnya kuota BBM Pertalite di pengujung akhir tahun ini.
“Nah itu (revisi Perpres) pokoknya kita dorong,” tambah Tutuka.
Sebelumnya, pemerintah sempat berencana melakukan pembatasan BBM Pertalite, salah satunya melalui spesifikasi CC mesin mobil. Rencananya, kendaraan yang masih boleh membeli Pertalite yakni mobil dengan kriteria mesin di bawah 1.400Â cubicle centimeter (CC), dan juga motor di bawah 250 CC. Dengan demikian, kendaraan di atas CC tersebut tidak diperbolehkan mengisi BBM Pertalite. ***
sumber: cnbcindonesia.com