– Kualitas pekerja
Ristadi berharap pemerintah mengevaluasi kebijakan-kebijakan terkait upah minimum. Dan, memacu peningkatan kualitas pekerja Indonesia melalui pendidikan vokasi.
Sebab, katanya, memacu kualitas dan tingkah laku (attitude) pekerja Indonesia memang membutuhkan peningkatan lebih baik. Dengan begitu, bisa lebih bersaing dengan pekerja China, maupun karyawan dari negara lain.
“Apalagi, sekarang itu ada tren baru. Karyawan sekarang banyak yang hanya tahan kerja 1-3 bulan, gampang capek, produktivitasnya jauh dengan angkatan 1990-2000-an. Capek dikit langsung sakit, besoknya nggak masuk,” tukasnya.
Picu Gelombang PHK
Seperti diberitakan sebelumnya, KSPN tengah memediasi proses PHK dan perumahan karyawan di 9 pabrik sepatu dan TPT nasional. Salah satunnya sudah rampung mediasi dan proses PHK.
Salah satu penyebab PHK adalah perusahaan ambruk karena dihajar barang impor yang murah, baik legal maupun ilegal.
Impor tak hanya barang bekas atau ilegal, tapi juga legal dan bebas melenggang masuk Indonesia. Seperti kain dan tekstil, juga garmen asal China.
Karena itu, kata Ristadi, industri TPT kondisinya lebih rentan dan banyak yang ambruk. Sebab, perusahaan TPT banyak yang berorientasi pasar domestik dan tak memiliki modal.
“Serbuan produk impor ini sudah puluhan tahun kami serukan. Dan agar impor ilegal diberantas. Maraknya perjanjian perdagangan dan sejenisnya itu membuat serbuan impor semakin bebas. Akibatnya mematikan produsen di dalam negeri,”
Terutama, dia menambahkan, barang impor seperti kain dan garmen asal China. Dia mengakui, barang China itu harganya memang lebih murah. Di saat bersamaan, industri di dalam negeri tengah ngos-ngosan akibat pembengkakan biaya produksi.
Hal itu, katanya, membuat pabrik di dalam negeri banting setir jadi importir kain.
“Ada perusahaan yang tadinya memasok kain ke perajin Batik di Pekalongan. Sekarang dia jadi pedagang saja, impor kain dari China. Ibaratnya dia maklon (titip produksi) di pabrik sana, impor ke sini, jual ke perajin batik di Pekalongan,” katanya.
“Ada perusahaan yang dulu serikat pekerjanya anggota KSPN. Saya tak bisa sebut namanya karena mereka memang menolak disebut,” ujar Ristadi.
Yang pasti, tuturnya, perajin batik di Pekalongan menyadari kain yang mereka beli dari perusahaan itu dan gunakan untuk membatik sudah berubah. Bukan lagi kain lokal, melainkan kain asal China.
“Perajin Batik tahu itu kainnya sekarang dari China dan menyadari memang itu sudah hukum pasar, barang murah dan bagus, itu yang dicari. Ini sudah jadi momok, lingkaran setan, kita sudah suarakan puluhan tahun,” tukasnya. ***
sumber: cnbcindonesia.com