berita4.id-Serbuan barang barang impor sangat berpengaruh pada perusahan perusahaan di Indonesia. Sebab soal harga sangat tidak bisa bersaing dari produk impor. Inilah yang membuat banyak perusahaan gulung tikar.
Terkait pemutusan hubungan kerja ini yang banyak terjadi menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi adalah serbuan produk impor, termasuk barang asal China. Yang murah dan massif menggerus pasar di dalam negeri.
“Kain katun impor China hanya dibanderol Rp15.000 per meter, sementara kalau diproduksi lokal jadinya Rp30.000 per meter. Nggak habis pikir memang gimana cara mereka (China) menghitung biayanya,” kata Ristadi kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (9/6/2023).
Ristadi pun mengungkapkan penyebab barang China bisa murah:
– Efisien
“Tak hanya dari segi upah, biaya di China itu memang lebih efisien. Mulai dari pelayanan, insentif, harga energi, sampai infrastruktur yang tentu berdampak ke cost juga. Perizinan kita memang sudah mengarah ke sana ya, lebih efisien,” cetusnya.
“Ini membuat biaya produksi di sana bisa jauh lebih murah,” kata Ristadi.
– Kebijakan upah
Ristadi mengatakan, ada salah kaprah soal kebijakan pengupahan di dalam negeri. Yaitu, soal upah minimum.
” Dsini ada salah kaprah soal upah minimum, dianggap sebagai upah maksimum. Perusahaan seolah, penting sudah mengikuti aturan. Akibatnya, pekerja yang baru masuk dan yang sudah puluhan tahun bekerja, upahnya sama,” kata Ristadi.
Baca:2030, China Berencana Daratkan Astronot di Bulan
– Produktivitas pekerja
Karena itu, lanjut Ristadi, meski tak bisa menyalahkan sepenuhnya, kebijakan pengupahan juga berdampak pada produktivitas pekerja.
“Tapi memang ada lah pengaruh attitude dan lingkungan juga terhadap produktivitas pekerja. Karena pekerja merasa mau rajin atau tidak, gajinya sama,” jelasnya.
Meski, tambahnya, produktivitas pekerja China dan Indonesia memang tak bisa dibandingkan begitu saja.
“Kalau pekerja China itu memang seperti nggak ada capeknya. Dan, saya pernah kunjungan pabrik, ada pekerja China dan lokal, cara masang batanya itu memang beda,” tuturnya.
Dia pun bercerita ketika ada protes kepada perusahaan yang memberi upah lebih besar kepada pekerja China.
“Jawabnya, 1 pekerjaan yang ditangani pekerja China, ditangani 2 orang oleh lokal. Bukan merendahkan, tapi faktanya begitu. Misalnya 1 tim anggotanya 10, yang jadi mandornya itu 7 orang. Jadi memang, ya itu, ada pengaruh attitude terhadap produktivitas,” katanya.