Kelalaian ini membuat pelayanan air bersih di kota Batam semakin memburuk. Lebih parah lagi, sejumlah investasi yang tadinya dapat mendorong peningkatan kualitas layanan menjadi mangkrak.
Salah satu contohnya adalah mangkraknya tangki air berkapasitas 63.000 m3, karena tidak cukupnya kapasitas air.
“Nilainya (tanki air) lebih dari 150 milliar. Dan itu jadi mubazir. Artinya tidak ada planning dan strategi yang baik, karena memang tidak memiliki kompetensi yang cukup dalam SPAM,” tegasnya. Bagaimana mau isi tangki kalau airnya ngga ada, apalagi kalau tingkat kebocoran juga semakin meningkat.
“Yang paling pokok adalah masalah know how. Apa jaminannya dengan investasi segitu (Rp 4,5 triliun) akan jadi baik? Perlu hati-hati dalam memberikan penjelasan kepada masyarakat. Sehingga tidak terkesan melakukan pembodohan dan penyesatan,” tukasnya.
Di sisi lain, perlu diketahui bahwa operator yang bekerja saat ini adalah hanya dalam lingkup operasi dan pemeliharaan. Sehingga, operator tidak memiliki kewajiban untuk berinvestasi dalam pengelolaan SPAM Batam.
Jika BP Batam ingin menunjuk investor, maka harus melalui mekanisme tender dan mengikuti PP 122 pasal 56 ayat 3 bentuk kerja sama yang dapat dilakukan dengan BU. Penunjukkan langsung hanya dapat dilakukan bilamana mengikuti aturan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah PP No.12/ 2021.
“Bilamana tidak ikut aturan, maka itu merupakan pelanggaran, dan bisa dikategorikan korupsi,” paparnya.
Dampak dari investasi, maka investor akan mendapat jaminan pengembalian yang umumnya datang dari tarif. Oleh sebab itu perlu kajian berapa tingkat pengembalian yang wajar, karena pada akhirnya akan dibebankan kepada para pelanggan.
“Karena itu harus dilakukan tender untuk investasinya. Sehingga dapat diperoleh investor yang bonafide dan professional. Kalau tidak masyarakat akan menjadi korban,” paparnya. ***