berita4.id, JAKARTA- Jenderal Andika Perkasa akan memasuki pensiun di Desember 2022 nanti. Artinya, sesuai UU TNI Nomor 34 Tahun 2004, Andika memasuki masa pensiun pada tanggal itu.
Siapa pengganti Andika nanti?
Pengamat militer Muradi menilai, sosok potensial pengganti Andika adalah Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Yudo Margono. Menurutnya, Panglima TNI dari matra AL belum pernah dipilih sejak Presiden Jokowi menjabat dari periode pertama.
“Kita bicara satu basisnya Undang-Undang 34 Tahun 2004 (UU TNI) ya kan dari semenjak Pak Jokowi selama berkuasa dari 2014 sampai hari ini angkatan laut belum pernah menjabat sebagai Panglima,” kata Muradi, Kamis (3/11).
“Itu Pak Yudo jadi artinya potensi menjadi dari angkatan laut itu besar sekali, meskipun jabatan Pak Yudo tinggal satu tahun ke depan,” sambungnya.
Menurutnya, sudah waktu dan jatahnya Panglima TNI diisi dari matra AL. Sebab, jika bicara kekuatan poros maritim maupun Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) memerlukan unsur kekuatan laut yang luar biasa.
“Jadi artinya Pak Jokowi, momen pergantian Panglima ini adalah harusnya dari angkatan laut, semacam given, artinya sudah jatahnya lah,” kata Muradi.
“Cuma pertanyaannya apakah nanti pak Yudo atau ada nama yang lain, tapi kalau melihat polanya kan Panglima diusulkan dari kepala staf yang ada, jadi memang memungkinkan bahwa Pak Yudo punya potensi besar untuk menjadi Panglima,” tambahnya.
Muradi lalu berbicara mengenai opsi Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal Dudung Abdurachman menggantikan Andika. Menurutnya, Dudung lebih baik mengisi posisi Wakil Panglima TNI. Sebab, jabatan Panglima TNI sudah berturut-turut di isi dari matra AD.
“Ya bisa, tapi kemudian kan sudah berturut turut angkatan darat, jangan dong, jadi lebih aman. Sebenarnya kalau Pak Dudung masih punya keinginan bantu ya, membantu Panglima dia bisa ada dalam posisi wakil panglima, kan Perpres-nya sudah ada wakil panglima tapi gak pernah diisi karena kebutuhan organisasi,” tuturnya.
Baca Juga: Diduga Lecehkan HUT TNI, 2 Anggota Polisi di Papua Barat Dipecat
Namun, ketimbang Wakil Panglima TNI, Muradi menilai Dudung lebih nyaman menjadi Kasad. Sebab, kewenangan dari jabatan Kasad bisa lebih leluasa.
“Saya kira kalau misalnya Pak Dudung berkehendak mau saya kira potensi masih besar, hanya kalau saya jadi Pak Dudung saya lebih nyaman jadi Kasad ketimbang jadi Wakil Panglima, karena kan Kasad pegang administrasi, dia pegang pasukan betul, ada sekitar 250 ribu angkatan darat yang dia bisa kontrol,” ucapnya.
Muradi berpendapat, Presiden Jokowi harus memilih calon Panglima TNI yang sesuai kebutuhan dan kenyamanan dirinya. Dia mencontohkan ketika era Gatot Nurmantyo dan Hadi Tjahjanto.
Dia menilai, kala itu kinerja Gatot bagus, namun Presiden Jokowi merasa kurang nyaman. Sebaliknya, saat Hadi menjabat, Jokowi merasa nyaman, tetapi kinerjanya biasa saja.
“Dulu kan Pak Gatot kurang bagus apa, tapi Presiden gak nyaman, kan jadi gak match, kalau misalnya kayak Pak Hadi dianggap biasa aja tapi buat Presiden nyaman, ya dipilih kan,” ujar Muradi.
“Jadi artinya kombinasi dari itu kenyamanan, sesuai kebutuhan dengan ancaman kemudian diterima oleh internal, kemudian bisa melakukan konsolidasi tiga matra itu jadi poin penting,” sambungnya.
Muradi menambahkan, Presiden Jokowi perlu mempertimbangkan asas keadilan dalam memilih calon Panglima TNI berikutnya. Untuk Kasad Dudung, mungkin bisa dipilih tahun depan mendekati dinamika pemilu 2024.
“Asas keadilan ini saya kira Pak Presiden harus bisa mempertimbangkan betul,” ucapnya.
“Bahwa nanti Pak Dudung kan selesai katakanlah kira-kira sekitar Desember tahun depan saya kira gak ada masalah, mungkin kalau waktunya Pak Dudung masih cukup bisa Pak Dudung berikutnya untuk menghadapi dinamika pemilu 2024,” tutup Muradi.
Sementara itu, Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menilai, sepanjang masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo belum pernah ada Panglima TNI dari kesatuan Angkatan Laut.